KLAUSA INDENPENDEN BAHASA BALI DIALEK NEGARA

klausa independen bahasa bali dialek negara

Authors

  • Asmy Azizah Bahasa Indonesia
  • I Gusti Ketut Alit Suputra

Keywords:

Klausa Indenpenden, Bahasa Bali Dialek Negara

Abstract

ABSTRAK

Asmy Azizah, 2020. Struktur Klausa Independen Bahasa Bali Dialek Negara. Skripsi,Program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan pendidikan Bahasa Dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako, Pembimbing Dr. I Gusti Ketut Alit Saputra, M.Hum.                                               

Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah klausa independen bahasa Bali dialek Negara. Sehubungan dengan permasalahan terseut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur klausa independen bahasa Bali dialek Negara. Objek penelitian ini adalah bahasa Bali dialek Negara yang dipakai oleh masyarakat tutur suku Bali di wilayah Desa Lilimori. Dalam penelitian ini diperoleh data dari satu sumber, yaitu data lisan sebagai data utama (data primer). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data penelitian dideskripsikan dengan kata-kata tertulis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode cakap yang disertai dengan tekni lanjutannya. Dalam menganalisis data yang telah terkumpul, peneliti menggunakan metode padan dan metode distribusional dan disajikan dengan menggunakan metode formal dan metode informal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan klausa independen bahasa Bali dialek Negara terdiri dari (1) klausa dasar (derivator) yang meliputi klausa transitif, klausa intransitif, dan klausa ekuatif. (2) klausa turunan (derivasi) yang meliputi klausa kausatif dan non-kausatif.

Kata Kunci: Klausa Independen, Bahasa Bali, Dialek Negara

 

Author Biography

Asmy Azizah, Bahasa Indonesia

KLAUSA INDEPENDEN BAHASA BALI DIALEK NEGARA

Asmy Azizah1 I Gusti Ketut Alit Saputra2

azmyazkar@gmail.com

 

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Univesitas Tadulako

Jalan Soekarno Hatta KM, 9 Kampus Bumi Tadulak Telp (0451) 429743422611

 Surel : untad@ac.id

 

 

 

ABSTRAK

Asmy Azizah, 2020. Struktur Klausa Independen Bahasa Bali Dialek Negara. Skripsi,Program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan pendidikan Bahasa Dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako, Pembimbing Dr. I Gusti Ketut Alit Saputra, M.Hum.                              

Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah klausa independen bahasa Bali dialek Negara. Sehubungan dengan permasalahan terseut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur klausa independen bahasa Bali dialek Negara. Objek penelitian ini adalah bahasa Bali dialek Negara yang dipakai oleh masyarakat tutur suku Bali di wilayah Desa Lilimori. Dalam penelitian ini diperoleh data dari satu sumber, yaitu data lisan sebagai data utama (data primer). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data penelitian dideskripsikan dengan kata-kata tertulis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode cakap yang disertai dengan tekni lanjutannya. Dalam menganalisis data yang telah terkumpul, peneliti menggunakan metode padan dan metode distribusional dan disajikan dengan menggunakan metode formal dan metode informal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan klausa independen bahasa Bali dialek Negara terdiri dari (1) klausa dasar (derivator) yang meliputi klausa transitif, klausa intransitif, dan klausa ekuatif. (2) klausa turunan (derivasi) yang meliputi klausa kausatif dan non-kausatif.

Kata Kunci: Klausa Independen dan Bahasa Bali Dialek Negara

 

 

 

 

 

 

ABSTRACT

Asmy Azizah, 2020. Independent Clause Structure of Balinese Language, State Dialect. Thesis, Indonesian Language Education Study Program, Department of Language and Arts Education, Faculty of Teacher Training and Education, Tadulako University. I Gusti Ketut Alit Saputra, M.Hum.

The focus of the problem in this study is how the independent clause of the Balinese dialect of the State. In connection with these problems, this study aims to describe the independent clause structure of the Balinese dialect of the State. The object of this research is the Balinese dialect of the State used by the Balinese in the village area of ​​Lilimori. In this study, data was obtained from one source, namely oral data as the main data (primary data). This study uses a qualitative method. The research data were described in written words. Data collection was carried out using the listening method and proficient method accompanied by advanced techniques. In analyzing the collected data, the researcher used the equivalent method and the distribution method and presented it using formal methods and informal methods. Based on the results of research carried out, the independent clause of the Balinese dialect of the State consists of (1) basic clauses (derivators) which include transitive clauses, intransitive clauses, and equative clauses. (2) derivative clauses (derivation) which include causative and non-causative clauses.

Keywords: Independent Clause and Balinese Language State Dialec

 

 

            Di Indonesia selain bahasa nasional, terdapat beraneka ragam bahasa daerah diantaranya bahasa Jawa, Bugis, Kaili, Mandar, Buol, Bali, dan lain-lain. Masing-masing bahasa daerah tersebut dipakai sebagai alat penghubung antar warga masyarakat dalam berinteraksi.

            Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri ialah bahwa bahasa daerah mempunyai peranan yang sangat penting bagi para penuturnya. Oleh karena itu, sebagian besar pemakai bahasa Indonesia masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, maka bahasa daerah mempunyai pengaruh besar terhadap bahasa Indonesia. Dengan kata lain, peranan bahasa daerah tidak kurang pentingnya bagi perkembangan dan pelestarian bahasa daerah bertujuan untuk memperkaya khazanah kebudayaan daerah sebagai unsur kebudayaan nasional dan sebagai sarana untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia.

            Adapun peran bahasa daerah dalam memperkaya kebudayaan nasional berkaitan dengan tiga hal yakni, (1) peran bahasa daerah sebagai penambah khazanah perlinguistikan di Indonesia (Sulawesi Barat), (2) peran bahasa daerah sebagai asset budaya daerah, dan (3) peran bahasa daerah  sebagai upaya untuk mendukung proses muatan local di sekolah.

            Selain itu, kaitan peran bahasa daerah sebagai upaya untuk mendukung proses muatan local di sekolah, maka bahasa daerah berperan sebagai (1) sarana pembelajaran untuk mengajarkan bahasa daerah kepada siswa, (2) sarana pendukung bahasa Indonesia, dan (3) pelengkap bahasa Indonesia.

            Adapun kaitan dengan peran bahasa daerah sebagai asset budaya daerah, maka bahasa daerah berperan sebagai (1) warisan nenek moyang atau leluhur, (2) penanda atau identitas kedaerahan, (3) alat untuk berinteraksi antara anggota keluarga dan masyarakat, (4) bahasa pengantar dalam upacara adat, (5) sarana pendukung bahasa dan sastra daerah, dan (6) suatu kearifan lokal yang berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah.

            Selain itu, kaitan peran bahasa daerah sebagai upaya untuk mendukung proses muatan lokal di sekolah, maka bahasa daerah berperan sebagai (1) sarana pembelajaran untuk mengajarkan bahasa daerah kepada siswa (2) sarana untuk melestarikan budaya daerah kepada siswa atau generasi muda agar bahasa daerah tidak mengalami kepunahan, dan (3) umtuk menambah pengetahuan dan kecintaan siswa terhadap bahasa daerah.

            Salah satu dari beberapa bahasa daerah yang ada di Indonesia, khususnya di Sulawesi Barat tepatnya di Kabupaten Mamuju Utara, Desa Lilimori adalah bahasa Bali. Bahasa Bali ini sampai sekarang masih dipelihara oleh masyarakat Lilimori sebagai lambang kebanggaan dan identitas masyarakat tersebut, serta dipakai sebagai alat komunikasi kebudayaan untuk keperluan tertentu, misalnya upacara keagamaan, perkawinan, potong gigi, dan upacara kesenian.

            Fungsi dan kedudukan bahasa daerah dalam hubungannya dengan pertumbuhan, perkembangan, dan pembakuan bahasa nasional serta kepentingan pembinaan dan pengembangan bahasa daerah, maka bahasa daerah-bahasa daerah yang ada di Indonesia perlu diselamatkan dari ancaman kepunahan. Dengan demikian, generasi-generasi  yang akan datang dapat mengenal sekaligus memakai bahasa tersebut sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari.

            Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti tataran (level) klausa, yaitu klausa bahasa Bali, karena klausa merupakan kelompok kata yang terkonstruksikan membentuk kalimat atau kelompok kata yang digunakan sebagai bagian dari kalimat. Pemberian klausa pada penelitian ini adalah klausa independen bahasa Bali dialek Negara

 

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

     Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Metode deskriptif yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada fenomena yang memang secara empiris pada penuturnya sehingga yang dihasilkan atau di catatan berupa paparan apa adanya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

     Penelitian ini dilakukan di Desa Lilimori Kecamatan Bulutaba Kabupaten Mamuju Utara, desa tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena peneliti sendiri berdomisili di desa tersebut sekaligus bahasa Bali adalah bahasa ibu peneliti sehingga data yang diperlukan juga mudah didapatkan

         Waktu yang dipakai peneliti dalam melakukan penelitian ini yaitu selama 3 bulan (90 hari) waktu tersebut dimanfaatkan oleh peneliti untuk berupaya merampungkan data penelitian gunamendapatkan hasil yang diinginkan, dalam hal ini klausa independen bahasa Bali

Instrumen Penelitian

         Pada penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai instrument sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti pada lokasi penelitian membawa instrument penelitian, antara lain alat perekam (HP) dan alat tulis. Kedua alat ini sangat membantu peneliti untuk mendapatkan data yang sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan.

Sumber Data

         Sumber data penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data lisan sebagai data pokok yang langsung diperoleh dari penutur asli bahasa Bali yang berada di Desa Lilimori Kecamatan Bulutaba, sedangkan data tertulis sebagai penunjang diperoleh sumber pustaka.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

       Metode yang digunakan untuk memperoleh penelitian ini yaitu antara lain:

  1. Metode simak : dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode ini dapat dijelaskan denga metode pengamatan dan obserfasi.
  2. Metode cakap : metode berbentuk percakapan dan terjadi kontak antara peneliti dengan penutur selaku nara sumber. Metode ini dapat dijelaskan (Sudaryanto, 1993 : 133 : 139).

Penggunaan aneka teknik metode simak biasanya dilakukan sebagai berikut :

  • Teknik sadap : yaitu dengan menyadap pembicaraan beberapa informan dengan sengaja tanpa mereka ketahui. Untuk mendapatkan data dengan menyadap penggunaan bahasa yang digunakan informan.
  • Teknik libat cakap, dilakukan dengan berpatisipasi sambil menyimak pecakapan dan mencatat hal-hal yang berhungan dengan data yang diperlukan.
  • Teknik bebas libat cakap, kegiatan kegiatan menyadap dilakukan dengan tidak berpartisipasi ketika menyimak atau tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara. Dalam teknik ini hanya sebagai pemerhati mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang hanyut dalam proses berdialog.
  • Teknik catat, dilakukan dengan mengadakan pencatatan data yang diperlukan dalam penelitian.
  •  

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Klausa Independen

     Menurut Nurhadi (1995:235), klausa independen (klausa bebas) adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat serta mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Klausa independen merupakan aras gramatika yang melandasi struktur dasar kaimat. Klausa indenden ini mengisi slot basis, dan berkonstruksi dengan intonasi untuk membentuk kalimat. Konstituennya terdiri atas subjek, predikat objek sebagai unsure inti (nuklear), dan ajung sebagai unsure non-inti (feriveral).

     Berdasarkan jenis verba yang mengisi slot predikat, klausa dasar (derivator) terdiri atas klausa intransitif, klausa transitif, dan lausa ekuatif. Sedangkan klausa turunan (derivasi) terdiri atas klausa non-kausatif dan kausatif.

Klausa Intransitif

     Menurut Cook ( dalam Tarigan, 1986:43), klausa intransitif adalah klausa yang mengandung kata kerja intransitif yaitu kata kerja yang tidak memerlukan objek. Klausa intransitif merupakan klausa yang terdiri atas dua komponen atau tagmen utama, yaitu satu frase nomina dan satu frase verba. Hal ini berbeda dengan klausa transitif dan klausa ekuatif yang masing-masing terdiriatas tiga komponen.

     Dapat dikemukakan bahwa klausa intransitif terdiri atas tiga konstituen, yaitu Subjek (S), Predikat (P), dan Ajung (Aj). Ketiga konstituen tersebut, dua diantaranya merupakan konstituen inti yaitu subjek dan predikat, sedangkan konstituen ajung bukan inti (periferal). Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada contoh di bawah ini:

  1. Jeleme to => S:FN                                      

    sedeng ngelebeng     => P:FVi

    sid paon  =>  Aj:F.Prep

      

‘Orang itu  sedang memasakdi dapur’

  1. Ayu => S:N

    sedeng pules   => P:FVi

  sid kamar  =>  Aj: F Prep

 ‘Ayu sedang tidur di kamar’

  1. Kadek =>      S: N 

     Kayeh  =>      P: Fvi                  

     sid tukad  =>  Aj: F Prep

‘kadek mandi di sungai’

            Dalam penelitian ini, klausa intransitif basa Bali selain memiliki pola S.P,Aj, juga terdapat klausa transitif yang erpola P.S.Aj, hal tersebut dapat kita lihat pada contoh di bawah ini:

  1. Ngigel => P: Vi

     Iluh      => S: FN

sid pura   =>  Aj: F Prep

 

Menari Iluh      di pura

‘ngigel di pura’

  1. Melaib =>       P: Vi

     Komang    =>       S: FN

     ke paseh    => Aj: F Prep

Berlari Komangke pantai

‘Komang lari ke pantai’

Klausa Transitif

     Batasan ini sama dengan pendapat Tarigan (1986: 38) klausa transitif adalah klausa yang mengandung kata kerja transitif, yaitu kata kerja yang mempunyai kapasitas satu objek lebih.

            Dengan adanya nomina dua sebagai pengisi konstituen objek pada klausa transitif, maka klausa ini terdiri atas tiga kostituen inti, yaitu subjek, predikat, dan objek. Selain ketiga konstituen ini tersebut, klausa intransitif dapat pula memiliki konstituen ajung tetapi bersifat non inti (periferal).

  1. Dian     =>  S: N1

     ngoreng  =>  P: Vt

     taloh       =>  O: N2    

     sid paon =>  Aj: F.Prep

Dian menggoreng telur di dapur

‘Dian menggoreng telur di dapur’

  1. Risma manen   sawit

      S: N1        P: Vt    O: N2

     Risma    memanen                     sawit

‘Risma memanen sawit’

  1. Nita melah     duren

     S: N1  P: Vt     O: N2

    Nita membelah durian

‘Nita membelah durian’

            Dalam penelitian ini, klausa transitif bahasa Bali selain memiliki pola S.P.O.Aj, juga terdapatklausa transitif yang berpola P.O.S.Aj, dan Aj.S.P.O, hal tersebut dapat kita lihat pada contoh di bawah ini:

  1. Ngadep => P: Vt

     Jukut    =>  O: N2

     memek  =>  S: N1

     sid peken =>    Aj: F.Prep

Menjual sayur ibu di pasar

‘Ibu menjual sayur di pasar’

  1. Meli =>     P: Vt          

     be      =>      O: N2

     Putu  =>     S: N1 

     sid peken   =>  Aj: F.Prep

                               

Membeli  ikan Putu di pasar

‘Putu beli ikan di pasar’

Klausa Ekuatif

     Menurut Tarigan (1989: 70) klausa ekuatif adalah klausa yang berisi verba ekuatif. Verba ekuatif dalam konstruksi klausa menghubungkan subjek dengan komplemen (atribut predikat).

     Secara sepintas klausa ekuatif sama dengan klausa intransitif karena struktur formal atau pola konstruksinyasama, yaitu terdiri atas konstituen dua nomina (N) dan satu verba (V). akan tetapi dikaji secara mendalam dari segi maknanya kedua konstruksi klausa yang dimaksud (transitif dan intransitif) memiliki perbedaan. Pertama, subjek pada klausa transitif berperan sebagai pelaku sedangkan pada klausa ekuatif tidak demikian. Kedua, objek pada klausa transitif berperan sebagai penderita.

     pada penelitian ini ditemukan dua jenis verba yang termasukekuatif. Kedua verba yang dimagsud adalah dadi (menjadi), dan tetep (tetap). Kedua jenis verba tersebut dapat berkonstruksi komplemen yang berkategori nomina, adjektif dan adverbial.

     Klausa ekuatif terdiri atas empat konstituen yaitu subjek, predikat, komplemen dan ajung bersifat periferal (non inti). Untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada contoh berikut:

  1. Bayu =>       S:N1    

     dadi tentera =>         P: Vek              

sid palu  => komplemen     Aj: Prep

Bayu menjadi polisi di palu

‘Bayu menjadi polisi di palu’

            Dari contoh di atas, slot subjek (S) di isi oleh nomina, slot predikat (P) di isi oleh verba ekuatif, komplemen (Komp) di isi oleh nomina, dan slot ajung (Aj) di isi oleh frase preposisi. Komponen ajung dalam sebuah klausa sifatnya periferal.

  1. Memene =>  S: N1

     dadi          =>  P:Vek   

     guru         =>  Komp: N2

                                 

Ibunya menjadi guru

‘Ibunya menjadi guru’

  1. Bapakn =>          S: N2

     dadi         =>         P: Vek

     camat     =>     Komp: N2

Bapaknya jadi   camat

‘Bapaknya jadi camat’

  1. Jelemanne Ø         dueg

         S: N1       P:Vek   Komp:Adj 

Orangnya adalah            pintar

‘Orangnya pintar’

  1. Memen Ø             mantri

       S: N1     P: Vek            Komp: N2

Ibunya    adalah perawat

‘Ibunya perawat’

  1. Putri Ø          dosen

    S: N1    P:Vek     Komp: N2

Putri adalah dosen

‘Putri dosen’

4.2 Klausa Derivasi

     Klausa derivasi kausatif terdiri atas lima jenis, yaitu (1) klausa kausatif dari akar verba transitif, (2) klausa kausatif dari akar verba intransitif, (3) klausa kausatif dari akar verba resiprok, (4) kausatif dari akar adjektiva, (5) klausa kausatif dari akar adverbial. Klausa derivasi non-kausatif juga terdiri atas lima jenis, yaitu (1) kluasa pasif. (2) klausa resiprok, (3) klausa refleksif, (4) klausa bitransitif, (5) klausa semitransitif.

Klausa Non-kausatif

     Berdasarkan jenisnya, klausa nonkausatif dibedakan atas lima jenis yaitu, (1) klausa pasif (2) klausa resiprok (3) klausa refleksi (4) klausa bitransitif dan (5) klausa semitransitif.

  1. KLAUSA PASIF

     Klausa pasif merupakan klausa derivasi yang berisi verba transitif pasif. Klausa tersebut diturunkan dari klausa transitif aktif. Dalam hal ini, verba transitif aktif bertindak sebagai derivator, sedangkan verba pasif merupakan derivasinya. Karena itu, klausa pasif merupakan derivasi dari klausa transitif aktif (derivator).

     Dalam proses transformasi, dari klausa aktif menjadi klausa pasif terdapat beberapa perubahan. Pertama, subjek pada klausa aktif berubah menjadi ajung pelaku pada klausa pasif. Kedua, objek pada klausa aktif berubah menjadi subjek pada klausa pasif, sedangkan peran subjek pada klausa pasif adalah sebagai penderita ataupun sebagai penerima. Perubahan ketiga adalah perubahan pada verbanya. Dalam bahasa Bali perubahan verba pada klausa pasif, yaitu penambahan prefiks. Deskripsinya dapat dilihat di bawah ini.

  1. Ima sedeng ngadep  jaje

    S: FN1        P: FVt       O: FN2

‘Ima sedang menjual kue’

  1. Jaler enne  di panting     Ima

         S: FN             P: FVp            Aj: F.Prep

‘Celana ini di cuci Ima’

  1. Be to beli teken   meme

  S: FN2            P: FVt      O: FN1

‘Ikan itu di beli ibu’

            Apabila dibandingkan antara klausa aktif (a dan c), dengan klausa pasif (b dan d), maka tampak perubahan yang terjadi dari aktif ke pasif, yaitu pertukaran letak subjek (S) dan objek (O) serta penambahan sufiks {-a} pada klausa pasif.

  1. Klausa Resiprok

     Klausa resiprok merupakan klausa yang berpredikat verba resiprok. Dalam klausa tersebut terdapat hubungan saling berbalasan antara nomina yang terjadi valensi verba. Verba resiprok dipandang sebagai derivasi dari verba transitif. Karena itu, klausa resiprok adalah  derivasi dari klausa transitif (aktif). Dalam bahasa Bali, realisasi pembentukan klausa pembentukan klausa resiprok dapat dilihat melalui derivasi dari klausa transitif. Perhatikan contoh berikut.

  1. Azkiya megantet lime  ajak Lika

   S: FN            P: FVt                  O: FN

‘Azkiya berpegangan tangan sama Lika’

     Klausa transitif tersebut dapat diderivasi ke dalam bentuk klausa resiprok dengan memperhatikan dua bentuk perubahan, perubahan pertama, objek (FN2) klausa transitif berubah menjadi ajung (Fprep) dengan penambahan preposisi (ajak) “dengan”. Kedua verba transitif berubah menjadi verba resiprok dengan penambahan prefiks {me-}, seperti tampak pada contoh di bawah ini.

  1. Desi ajak =>  S: FN     

     Dewi saling => Aj: Fprep 

     Mejimpit     =>       P: Vr

‘Desi dengan Dewi saling mencubit’

  1. Lili ngelantig    beline

    S: N1               P: Vt       O: N2

‘Lili memukul kakaknya’

     Berdasarkan contoh di atas menunjukkan bahwa ada dua pola klausa resiprok Bahasa Bali. Pola yang pertama terdiri dari slot subjek yang berisi frasa preposisi, dan slot ajung berisi frasa preposisi, dan slot predikat yang berisi frasa verba resiprok.

  1. Fatma ajak Ayu ketemu

        S: FN         Aj: Fprep

‘Fatma dengan Ayu bertemu’

  1. Amy =>  S: FN

    Ajak Kiya   => Aj: Fprep

saling megelutan =>  P: FVr

                      

‘Amy dengan Kiya saling berpelukan’

     Pola kedua terdiri dari slot subjek yang berisi frasa nomina, slot predikat berisi verba resiprok, dan slot ajung yang berisi frasa preposisi. Untuk lebih jelasnya. Perhatikan contoh berikut.

  1. Amy megelutan ajak    Kiya

    S: FN           P: FVr            Aj: Fprep

‘Amy berpelukan dengan Kiya’

  1. Fatma ketemu ajak      Ayu

     S: FN        P: FVr             Aj: Fprep

‘Fatma ketemu dengan Ayu’

  1. 3. Klausa Refleksi

            Klausa refleksi adalah klausa yang subjeknya dan objeknya sama refleksinya atau dengan kata lain objeknya mengenai diri sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa slot objek ditempati oleh referensi nomina yang sama. Klausa refleksi Bahasa Bali sama bentuk formalnya dengan klausa aktif (transitif). Akan tetapi, pada klausa refleksi nomina pengisi slot dan nomina pengisi slot sama referensinya. Klausa transitif bentuk refleksi terdiri atas subjek berisi frasa nomina, slot objek berisi frasa nomina. Deskripsinya dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

  1. Arta  nyegekin     ibanne

    S: N1    P: Vref      O: N2

‘Arta mempercantik dirinya’

  1. Sri ngelempag   ibanne

    S: N1     P: Vref     O: N2

‘Sri memukul dirinya’

  1. Endra ngejimpit   ibanne

    S: N1         P: Vref      O: N2

‘Endra mencubit dirinya’

4 Klausa Bitransitif

     Klausa bitransitif adalah klausa yang memiliki dua objek langsung (OL) dan objek tidak langsung (OTL). Klausa bitransitif ini mempunyai hubungan devuratif dengan klausa transitif melalui transformasi. Perubahan tersebut berdasarkan pada perubahan verba transitif atau verba satu objek menjadi verba bitransitif atau verba dua objek. Dalam analisis verba transitif sering di sebut verba monotransitif untuk dikontraskan dengan verba bitransitf. Di dalam Bahasa Bali, dikemukakan bahwa verba transitif bisa menjadi verba bitransitif melalui penerapan atau penambahan sufiks.

  1. Meme  meli    kelambi

      S: N1     P: Vt    O: N2

‘Ibu membeli baju’

  1. Meme    =>    S: N

     melian    =>   P: Vbit

     adin        =>   OTL: N3  

     kelambi   =>   OL: N2

‘Ibu membelikan adiknya baju’

  1. Klausa Semitransitif

            Klausa semitransitif adalah klausa yang predikatnya berisi frase verba semitransitif. Deskripsinya dalam klausa emitransitif bahasa Bali dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

  1. Mbok ngalih saang  sid abian

      S: N    P: Vsem       Aj:Fprep

‘Kakak mencari kayu di kebun’

  1. Bapa ngalih be sid pasih

     S: N  P: Vsem   Aj: Fprep

‘Ayah mencari ikan di laut’

     Kaidah tersebut dapat dibaca sebagai klausa semitransitif yang terdiridari slot subjek (S) yang berisi nomina/frase nomina (N/FN), slot predikat (P) yang berisi verba semitransitif/frase verba semitransitif (Vs/FVs), dan slot ajung (Aj) berisi frase preposisi (Prep).

  1. 2. KLAUSA KAUSATIF

     Adapun perubahan yang menyangkut klausa kausatif dalam bahasa Bali terdiri atas (1) klausa kausatif dari akar adjektiva (2) klausa kausatif dari akar adverbia (3) klausa kausatif dari akar verba resiprok (4) klausa kausatif dari akar  verba intransitif (5) kluasakausatif dari akar verba transitif.

  1. 1. Klausa Kausatif dari Akar Adjektiva

     Perubahan stem akar adjektiva menjadi verba kausatif ditandai dengan afiks {me-} dan afiks ini dapat mengubah klausa adjektiva menjadi klausa kausatif. Dengan demikian klausa adjektiva merupakan derivator, sedangkan klausa kausatif merupakan derivasinya.

     Dalam proses pembentukan klausa kausatif ini menyebabkan menjadikan beberapa perubahan. Pertama stem adjektiva berubah menjadi verba kausatif melalui penambahan afiks {me-}. Kedua, subjek klausa adjektiva berubah menjadi objek klausa kausatif sehingga menimbulkan adanya subjek baru. Adapun pendeskripsian data dapat dilihat berikut ini.

  1. Bentuk klausa adjektiva

Kelambi     panak to dawo

  S: N           Komp: Adj

‘Baju anak itu panjang’

  1. Bentuk klausa kausatif

Memene  =>   S: N1

medawaninkelambi=>   P: Vk      

panak to => O: N2

‘Ibunya memanjangkan baju anak itu’

 

Klausa Kausatif dari Akar Adverbia

            Klausa kausatif dari akar adverbial merupakan hasil derivasi dari klausa ekuatif yang berkomplemen adverbial. Untuk memperjelas dapat dilihat pada deskripsi di bawah ini.

  1. Bentuk klausa ekuatif

Nasine    Ø      telah

S: N     P: Ve  Komp: Adv

‘Nasinya habis’

  1. Bentuk klausa kausatif

Panak    to nelahang     nasine

S: N1              P: Vk           O: N2

‘Anak itu menghabiskan nasinya’

  1. Bentuk klausa kausatif

Nana  peganjangin    pelaibne

S: N1            P: Vk           O: N2

‘Nana mempercepat larinya

            Kaidah tersebut dapat dibaca sebagai kalusa kausatif (Klk) yang terdiri atas slot subjek (S) yang berisi nomina/frase nomina (N/FN), slot predikat berisi verba kausatif/frase verba kausatif (Vk/FVk), dan slot objek (O) berisi nomina/ frase nomina(N/FN).

            Dari paparan di atas dapat dikemukakan bahwa klausa kausatf ini merupakan klausa kausatif yang diderivasi dari klausa ekuatif yang berpredikat atribut (PA/Komplemen) adverbial. Derivasi ini muncul sebagai akibat dari berubahnya adverbial menjadi verba kausatif.

Klausa Kausatif dari Akar Verba Resiprok

     Klausa kausatif dari akar verba resiprok merupakan hasil derivasi klausa verba kausatif ditandai dengan afiks {me-}. Afiks ini tidak hanya mempengaruhi bentuk atau formasi verba, tetapi mempengaruhi pula struktur klausa.

     Perubahan klausa resiprok ke dalam klausa kausatif melalui beberapa perubahan. Pertama, verba resiprok berubah menjadi verba kausatif dengan penambahan afiks {me-}. Kedua, subjek klausa resiprok berpindah tempat menjadi objek klausa kausatif sehingga menimbulkan kehadiran subjek baru yang disebut sebagai penyebab. Deskripsinya dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

  1. Bentuk klausa resiprok

Amy    dengan Ima    saling lempar

S: N     Aj: Fprep           P: Vr

‘Amy ajak Ima saling sabat’

  1. Bentuk klausa kausatif

Amy nyabatin Ima ajak Kiya

S: N       P: Vk   O: N                  Aj: N

     Dari paparan data klausa di atas dapat dikemukakan bahwa klausa kausatif ini merupakan klausa kausatif yang di derivasi dari klausa resiprok yang menunjukkan adanya hubungan saling (berbalasan). Derivasi ini muncul sebagai akibat dari berubahnya verba resiprok menjadi verba kausatif.

Klausa Kausatif dari Akar Verba Intransitif

     Klausa kausatif dari akar verba intransitif merupakan perubahan dari verba intransitif menjadi verba kausatif. Dalam klausa ini, klausa intransitif berlaku sebagai klausa derivator sedangkan klausa kausatif berlaku sebagai klausa derivasinya.

     Perubahan verba intransitif menjadi verba kausatif membawa pengaruh terhadap struktur klausa, bila kedua verba klausa tersebutdimasukkan dalam klausa. Klausa intransitif dapat diderivasi ke dalam klausa kausatif dengan menambhkan afiks{me-}. Dari derivasi tersebut terjadi beberapa perubahan. Pertama, verba intransitif berubah menjadi verba transitif dengan menambah afiks{me-}. Kedua, subjek klausa intransitif berpindah tempat atau berubah menjadi objek pada klausa kausatif.

     Perpindahan subjek klausa intransitif (derivator) ke posisi objek klausa kausatif menyebabkan munculnya subjek baru yang di sebut sebagai penyebab. Oleh karena itu, dalam klausa kausatif subjek di samping berperan sebagai pelaku juga berperan sebagai penyabab. Deskripsinya dapat dilihat di bawah ini.

  1. Bentuk klausa intransitif

Panakne   pules

   S: N       P: Vi

‘Anakanya tidur’

  1. Bentuk klausa kausatif

Meme  mulesan   panakne

  S: N     P: VK        O:N

‘ibu mempertidurkan anaknya’

  1. bentuk klausa intransitif

adine   negak

  S: N   P: Vi

‘Adiknya duduk’

     Adanya perpindahan subjek klausa intransitif ke posisi objek klausa kausatif menyebabkan munculnya subjek baru. Dimana secara semantic menunjukkan bahwa subjek tersebut tidak berperan sebagai pelaku, tetapi sebagai penyebab. Oleh karena itu, yang berperan sebagai pelaku adalah objeknya. Derivasi ini muncul sebagai akibatdari berubahnya verba intransitif menjadi verba kausatif.

Klausa Kausatif dari Akar Verba Transitif

     Klausa kausatif dari akar verba transitif merupakan perubahan dari verba transitif menjadi verba kausatif. Dalam klausa ini, klausa transitif berlaku sebagai klausa derivator sedangkan klausa kausatif berlaku sebagai klausa derivasinya.

  1. Bentuk klausa transitif

Yo     nepukin   pelalianan

S: N     P: Vt         O: N

‘Dia melihat permaianan’

  1. Bentuk klausa kausatif

Ayu ngedengan Arta   pelalianan

S:N      P: Vk     Otl: N  Ol: N

‘Ayu memperlihatkan Arta permainan’

 

5.1 Kesimpulan

            Pada dasarnya klausa merupakan suatu konstruksi yang mengandung dua unsure penting (utama), yaitu unsure subjek (S) dan unsure predikat (P). dalam sebuah klausa kedua unsure tersebut (subjek dan predikat) dapat pula dilengkapin dengan unsure objekdan ajung (keterangan).

            Dilihat dari segi struktur internalnya, klausa dalam bahasa Bali terdiri unsur-unsur yang meliputi subjek (S), predikat (P), dan objek (O) sedangkan ajung (Aj) hanya sebagai pelengkap saja.

            Klausa independen adalah klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat sempurna. Klausa independen dibredakan atas dua kelompok. Kelompok yang pertama ialah klausa independen yang berupa klausa dasar (derivator). Kelompok yang kedua ialah klausa independen yang berupa klausa turunan merupakan derivasi dari baik klausa intransitif, klausa transitif, dan klausa ekuatif

            Berdasarkan jenis verba yang mengisi slot predikat pada klausa independen bahasa Bali, klausa dasar (derivator) terdiri atas klausa  transitif, klausa intransitif, dan klausa ekuatif. Sedangkan klausa turunan (derivasi) terdiri atas klausa kausatif dan non-kausatif.

            Klausa kausatif dalam bahasa Bali dapat dibedakan menjadi lima jenis, (1) klausa kausatif dari akar adjektiva, (2) klausakaustif dari akar adverbial, (3) klausa kausatif dari akar verba resiprok, (4) klausa kausatif dari akar vera intransitif,dan (5) klausa kaustif dari akar verba transitif., seperti halnya klausa kausatif, klausa non-kausatif juga terdiri atas lima jenis yaitu (1) klausa pasif, (2) klausa resiprok, (3) kluasa refleksif, (4) klausa bitransitif, dan (5) klausa semitransitif.

            Berdasarkan data yang ditemuan dri hasil penelitian bahwa pola klausa independen dalam hal ini klausa transitif bahasa Bali  tidak hanya memiliki S-P-O tetapi juga memiliki urutan P-O-S dan P-S-O. begitu pula dengan klausa intransitif bahasa Bali selain memiliki struktur dasar S-P juga memiliki struktur dasar  P-S dan mempunyai beberapa variasi dari struktur dasar tersebut yang terdiri atas S-P-Aj, Aj-P-S, P-S-Aj, dan P-Aj-S. Tagmen ajung ini dapat menempati posisi di awal, di tengah, maupun di akhir klausa intransitif. Tidak jauh berbeda dengan klausa transitif dan intransitif, klausa ekuatif juga memiliki urutan pola yang bervariasi, ada yang didahului oleh subjek (S) dan ada yang didahului oleh predikat atribut/komplemen (PA/Komp). Misalnya: S-P-Komp, Komp-S, S-P-Aj.

            Selain itu, klausa derivasi non-kausatif bahasa Bali dalam hal ini klausa pasif memiliki struktur pola S-P-Aj. Klausa resiprok memiliki dua struktur pola yaitu S-Aj-P dan S-P-Aj. Tidak jauh berbeda dengan klausa resiprok, klausa refleksif juga memiliki dua struktur pola yaitu S-P-Aj dan S-P-O. berbeda dengan klausa refleksif, klausa bitrnsitif memiliki struktur pola S-P-Otl-Ol. Sedangkan klausa semitransitif memiliki kesamaan struktur yaitu pada pola S-P-Aj.

            Klausa kausatif bahasa Bali dalam hal ini klausa kausatif dari akar adjektivamempunyai struktur pola S-P-O. Tidak  berbeda dengan klausa kausatif dari akar adjektiva, klausa kausatif dari akar adverbial juga mempunyai struktur pola yang sama yaitu S-P-O. sedikit berbeda demgan klausa kausatif dari akar ajektiva dan adverbia, klausa kausatif dari akar resiprok mempunyai struktur pola S-P-O-Aj. Perbedaan itu juga tampak pada klausa kausatif dari akar verba transitif mempunyai struktur pola S-P-Otl-Ol. Sedangkan kesamaan struktur pola dengan klausa kausatif dari akar adjektiva kembali terjadi pada klausa kausatif dari akar verba intransitif yang mempunyai struktur pola S-P-O.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Baehaqie, Imam. (2008). Sintaksis Teori dan Analisis.[Online Tersedia:http:banggaberbahasa. Blogspot.com/2012/11/pengertian danjenis-jenis klausa.html.[23 Februari 2019]..

Chaer.(2003). Linguistik Umum.Jakarta: Rineka Cipta.

Tarigan.(1986). Prinsip-prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa

Tarigan, Hendri Guntur. 1989. Tata Bahasa Tagmemik. Bandung: Angkasa.

Downloads

Published

2022-10-06

Issue

Section

Articles